~opening act
sebelumnya... minta maaf dulu nih. soalnya bahasa inggris gue emang ancur banget. dan gue gak maksud membuat brendon urie jadi kayak gitu kook. sumpah!
enjoy this trash!
di suatu malam, seperti biasa gue melakukan kegiatan rutin gue: online msn, ym, facebook, friendster, ..... dan masih banyak lagi [maklumlah, namanya juga anak gaul. punya account harus banyak] *pletak*. gue juga bikin proyek novel. disebut "proyek" karena novel yang gue buat ini tujuannya emang cuma buat main-main.
nggak lama, valina, best online buddy gue menyapa di messenger.
valina : kapan siih panic at the disco mau manggung di jakarta??
ella : ahh, gak tau. gue sih udah pasrah
valina : album kedua mereka kan udah keluar. harusnya udah bisa tur keliling dunia dong
ella : nggak bisa ngomong apa-apa deh gue. cuma bisa berharap...
valina : bentaran deeh... biar gue cek dulu
yap, nggak usah heran kenapa gue dipanggil ella. itu memang nama panggilan gue. agak-agak nggak nyambung memang. sheila=ella? hmmm.
sambil nunggu valina, gue memainkan lagu yang ada di komputer. some random shit. lagu pertama, daphne loves derby. judulnya simple, starving to be safe.
sebelumnya... minta maaf dulu nih. soalnya bahasa inggris gue emang ancur banget. dan gue gak maksud membuat brendon urie jadi kayak gitu kook. sumpah!
enjoy this trash!
* * *
sheila's POV.di suatu malam, seperti biasa gue melakukan kegiatan rutin gue: online msn, ym, facebook, friendster, ..... dan masih banyak lagi [maklumlah, namanya juga anak gaul. punya account harus banyak] *pletak*. gue juga bikin proyek novel. disebut "proyek" karena novel yang gue buat ini tujuannya emang cuma buat main-main.
nggak lama, valina, best online buddy gue menyapa di messenger.
valina : kapan siih panic at the disco mau manggung di jakarta??
ella : ahh, gak tau. gue sih udah pasrah
valina : album kedua mereka kan udah keluar. harusnya udah bisa tur keliling dunia dong
ella : nggak bisa ngomong apa-apa deh gue. cuma bisa berharap...
valina : bentaran deeh... biar gue cek dulu
yap, nggak usah heran kenapa gue dipanggil ella. itu memang nama panggilan gue. agak-agak nggak nyambung memang. sheila=ella? hmmm.
sambil nunggu valina, gue memainkan lagu yang ada di komputer. some random shit. lagu pertama, daphne loves derby. judulnya simple, starving to be safe.
beberapa detik kemudian, valina mengirimkan pesan dengan hebohnya.
valina : ella, ella!!
ella : apa?
valina : panic la, panic! mereka mau dateng ke sini tanggal 17 agustus nanti!
ella : ......
ella : eh.... serius lo? 17 agustus gitu?
valina : benerann. lo cek aja sendiri kalo nggak percaya!
ella : nanti deh gue cek.. udah terlanjur males sama music events.
valina : ohh oke oke.
valina : eh la, gue mau offline dulu ya
ella : oke... dadah!
valina : daaaahh.
valina has signed out from messenger
jadi intinya, panic bener-bener mau konser ke sini. WOW. itu adalah keajaiban yang nggak terduga. dan 2 bulan berlalu setelah kejadian yang aneh itu. gue udah beli tiket, udah mempersiapkan segalanya untuk konser yang bakal berlangsung 8 HARI LAGI. gue nyaris koleps.
malam harinya gue gelisah, nggak bisa tidur. mikirin konser yang akan seperti apa. ini adalah pertama kalinya mereka tampil di sini.
lama-kelamaan gue ketiduran juga.
* * *
esok harinya, kamar sheila.masih jam 6 pagi. gue ngantuk banget. gue mengubah posisi tidur gue menghadap ke kiri... dan gue menyadari ada sesuatu di sebelah kiri gue.
sesuatu.... seseorang?
ADA ORANG DI SEBELAH TEMPAT TIDUR GUE. jelas aja gue kaget. dan setelah gue menganalisis wajahnya, orang itu adalah brendon urie. wajah yang nggak asing bagi gue.
intinya, BRENDON URIE ADA DI SEBELAH TEMPAT TIDUR GUE. how come??!
"AAAAAHH!!!!" gue jerit. dia langsung bangun karena kaget. ok, I must admit that he is cute as hell... especially when he just wakes up. tapi kan tetep aja ngagetin.
"aww, sorry to make you scared!" katanya panik. "but I can explain everything to you, I promise."
"how could you be here?!" gue masih kalap.
"hey hey, I said I'm gonna explain it. but please keep quiet. because nobody can see me except you... for several moments, I guess." dia berusaha menenangkan gue.
gue bingung atas ucapannya tadi.
"nobody... except me? what do you mean?" tanya gue dengan bahasa inggris yang pas-pasan, sambil melipat kedua tangan. brendon menghela napasnya. gue mempersilakannya duduk di atas kasur gue. dia duduk.
"well.... secretly, the guys and I had a bad accident during the trip to jakarta from manila. but fortunately, we've arrived here. so many people came and evacuated us, then they sent us into a nearby hospital." ia memberi penjelasan singkat. gue mengangkat alis.
"but my question is: why could you be here? and plus, with no bruises and injury?"
"and that is the only problem that you'll never believe in."
"which is?"
dia terdiam untuk beberapa lama. tatapannya lurus langsung ke mata gue. gimana gue nggak melting?
"...I am--roughly--a ghost. I was comma at the hospital, then suddenly my soul was separated from my body. I had no idea about where to go, because this is the very first time we got here. it's just a random thing." brendon melanjutkan.
gue mengangguk pelan. "and you chose to stay here. at my creepy house." dia mengangguk. "yeah... something like that. and this is not creepy. this is slightly comfortable anyway." sahutnya sambil tersenyum.
gue masih berdiri di depan dia, pake piyama, dengan tampang disbelief yang bego. oke, let me get this all straight. dia dan bandmates-nya, mengalami kecelakaan dalam perjalanan dari manila menuju jakarta. emergency landing. setelah sehari koma, rohnya bisa jalan-jalan dan dia memilih untuk ke sini. heran aja gitu gue. dia kan superstar, harusnya punya insting untuk tinggal sementara di tempat yang bagusan dikit... like, i don't know, hotel mulia?
"oookay." ujar gue pada akhirnya. "first, sorry if I'm questioning a lot [dia merespon dengan menggelengkan kepala dan bilang, "no problem"]. but could you go back to your... ahem, your body?"
"hmm, it depends." katanya kalem. "I didn't remember the name of the hospital. too difficult to be remembered."
lah, hubungannya apa coba?
"actually I can go back, but I don't want to. just for a week, I'll stay here with you."
"ahha, you can't. you and your mates will be performing here next week! 2 days."
"come on, 2 days are too short. six."
"five. deal or no deal?"
brendon keliatan sebel. "okay, five days."
"five days and you'll leave after that." kata gue sambil mengangsurkan tangan.
"deal." ia meraih tangan gue. a little blush covers my face....
* * *
besok siang, smu tanah bangsa.gue mengambil tempat duduk di deket jendela. cuacanya cerah, maka gue memutuskan untuk membuka gorden.
tiba-tiba gue melihat ada muka nongol dari balik gorden.
"good afternoon." sapanya sok innocent sambil senyum-senyum sumringah.
"GYAAAAA!!" gue teriak histeris sambil melompat menjauhi jendela.
"sheila! kenapa kamu teriak-teriak kayak kesetanan gitu?" tanya bu diva, guru biologi gue, dengan nada gusar.
"eh... itu... muka... jendela..." and now I'm more idiot than the idiotic people themselves. good.
"kalo mau ribut, jangan di pelajaran saya." ujarnya dingin. suasananya hening.
"i-iya bu." jawab gue dengan lemah.
"duduk sana di tempat kamu!" perintahnya. maka gue duduk.
gue berusaha melupakan kejadian tadi dan konsen pada pelajaran. namun gagal karena brendon mengganggu gue.
"is it your classroom, sheila? nice one." entah bagaimana ia sudah duduk di kursi sebelah gue dan mengomentari kelas biologi.
"you made my teacher angry to me, sneaked into my class and then just commented on it like nothing happens? thank you very much." bisik gue sinis. "what if people see you?"
"I told you nobody can see me except you. you are just different, sheila." ia menyeringai.
"shut up! I don't need everything from you. now let me concentrate on this lesson, will you?" gue memohon. nampaknya ia bisa menyanggupi. pelan-pelan sosoknya menghilang.
hidup ataupun mati, sikapnya tetep sama aja.
* * *
"does anyone know that you guys were having an accident?" gue bertanya di saat perjalanan pulang. brendon berjalan beriringan dengan gue.
"nope," ia menggeleng. "I guess we'll keep it as a secret."
"the word we means..."
"panic at the disco's management, us, and you." lanjutnya santai sambil menengok ke arah gue. dan tersenyum.
gue bengong selama beberapa detik. "oh. wow." hanya itu respon gue. "too bad I can't take your picture." kata gue dengan tertawa yang dipaksakan.
"why not?"
"because you are a ghost. remember?"
"oh--right. I forgot that."
hhm. bagaimana gue mengatasi situasi ini? waktunya masih ada 5 hari lagi.
"what about... guide me traveling around jakarta." seperti bisa membaca pikiran gue, tiba-tiba brendon ngomong gitu.
gue menoleh. "hmm. ok." jawab gue sambil tersenyum.
"damn, the weather is so hot here!" ia mengeluh. udah gue duga.
"welcome to jakarta, then." timpal gue enteng. "summer never ends in jakarta."
"I see." jawabnya sambil mengipas-ngipas tangannya di depan muka. hahaha, tingkah lakunya mengingatkan gue pada cewek-cewek manja yang sering berkeliaran di jakarta.
gue melihat sekeliling, dan menemukan sebuah ojek sepeda dari kejauhan. "hey, let's travel around this city with a bike." gue mengusulkan. murah dan praktis, dalam pikiran gue. dia setuju aja.
gue memanggil tukang ojek sepeda itu, membayarnya dan membawa sepeda itu. brendon di belakang, gue boncengin. soalnya rada aneh aja kalo dia yang nyetir karena 1) dia itu hantu, 2) karena dia hantu, otomatis bakal keliatan aneh bagi orang lain yang ngeliat ada sepeda bisa jalan sendiri. daripada orang-orang manggil tim pemburu hantu, maka diputuskan gue yang nyetir.
udah lama gue nggak jalan-jalan kayak gini. jadi berasa balik ke masa kecil dulu. ketika ayah gue masih hidup, beliau dulu sering banget ngajakin gue ketika gue masih sddan masih imut-imut keliling-keliling jakarta lama naik vespa bututnya. dulu gue sering ngeledekin vespa ayah. siapa sangka sekarang vespa jadi kendaraan yang paling bergengsi abad ini?
"what are you thinking about, sheila?" brendon nanya dari belakang.
"do I look like thinking about something?" gue balik nanya.
"well... sort of." katanya singkat. gue berbelok ke sebuah pohon besar dan memarkir sepeda di situ. kita berdua duduk di bawah pohon rindang tersebut.
"back to my question, what are you thinking about?"
"hmm." gue berpikir sejenak. "you first."
"it's unfair! I asked you first." brendon protes.
"okay, okay." akhirnya gue mengalah. terkadang dia bisa jadi kayak anak-anak. "I'm thinking about my dad. he always brought me here when I was in elementary school." gue memandang lurus ke depan.
"until now?"
"he died two years ago."
"...oh. I'm sorry."
"that's ok." gue menyahut sambil tersenyum pahit.
awkward silence.
"your turn. what are you thinking about?" gue memecah keheningan.
"well..." dia diam sejenak. "I'm thinking about you."
"hah?"
"yep." ia memandang gue. hening lagi.
"hahaha. of course not! I'm kidding. haha." dia meninju pelan bahu gue. "ha-ha-ha-ha. what a funny joke you have, bren. fortunately I am not laughing." respon gue dengan sarkastis.
"sooorry. oh please don't get angry to mee." nada bicaranya persis anak kecil yang minta permen lolipop. maka gue tertawa.
"ok, I'm serious now." ujarnya sambil terkekeh. "I'm thinking about my friends and family."
cliche thingy.
"what they are doing now, are they still safe, do they care about me at all, something like that." katanya lagi.
"they certainly care about you." gue memotong. "do you believe in miracle, brendon?"
ia balas menatap gue. lalu memandang lurus lagi. "it depends. but I think miracle hasn't come to my life yet." jawabnya skeptis.
"your life itself is a miracle." gue protes. gimana enggak? brendon urie punya segalanya. true friends, good family, successful life. what are they... hal-hal biasa?
"you think so. everybody does. but for me, it's not a real-miracle. I mean, real miracle has a deeper meaning than materials." katanya sok wise.
"and how about you? do you believe in miracle?" dia nanya balik.
"such a nice trip we had, eh?" brendon berkomentar.
"sort of..." kata gue dengan lemas. ngantuk, capek banget. tapi ya... menyenangkan. gue mengambil kaus dan celana pendek di lemari, sementara brendon masih berdiri di depan pintu kamar gue.
"soo.. are you gonna move or stand there and watch me change?"
dia malah membetulkan posisinya, jadi lebih tegak.
gue lempar dia pake hoodie. telat, dia udah keburu menghilang.
dan tanpa terasa, itu adalah saat di mana gue harus berpisah dengan dia.
"sheila!" nyokap memanggil gue, ketika gue sedang sibuk-sibuknya online. "yaaaa, kenapa ma?" sahut gue sekenanya.
beliau masuk sambil membawa selembar kertas ulangan. "apa ini, ulangan kamu bisa dapet nilai jelek begini?" tanyanya sambil mengangsurkannya di depan muka gue. mampus, itu kan ulangan fisika yang dapet 57 waktu itu.
gue diem aja. nggak merespon."jawab, la. mama kamu lagi ngomong ini!"
gue masih diem, berusaha untuk nggak bereaksi.
sedetik kemudian, gue nangis.
mama langsung melunak. ia menyuruh gue berdiri dan langsung memeluk gue. "maaf ma, aku memang nggak bisa. aku memang nggak mampu menuhin keinginan mama untuk jadi anak yang baik." kata gue lirih.
di depan pintu, meski nggak melihat, gue bisa merasakan ia ada di sana. memperhatikan gue dengan raut wajah yang sedih.
"have you remembered the name of the hospital? because your time is alomst running out." tanya gue tergesa-gesa.
"you said almost, just take it easy. and I almost get it... something like, pondok indah?" ia berusaha mengingat.
pondok indah? rumah sakit pondok indah?
"I know the place. come on and hurry, I'll take you there." gue memerintah sambil mengambil hoodie. namun ia masih berdiri di pojokan.
"come on, we're gonna be late!"
gue turun dari taksi, langsung ngacir ke meja informasi.
"mbak, saya boleh tau nomor kamar pasien bernama brendon urie?" gue langsung main tembak aja.
"uhh, tapi--" wajah petugas itu nampak nggak yakin.
"tolong mbak, ini darurat! saya janji saya nggak akan bikin ribut."
dia masih ragu.
"sumpah demi Tuhan, mbak!"
"nope," ia menggeleng. "I guess we'll keep it as a secret."
"the word we means..."
"panic at the disco's management, us, and you." lanjutnya santai sambil menengok ke arah gue. dan tersenyum.
gue bengong selama beberapa detik. "oh. wow." hanya itu respon gue. "too bad I can't take your picture." kata gue dengan tertawa yang dipaksakan.
"why not?"
"because you are a ghost. remember?"
"oh--right. I forgot that."
hhm. bagaimana gue mengatasi situasi ini? waktunya masih ada 5 hari lagi.
"what about... guide me traveling around jakarta." seperti bisa membaca pikiran gue, tiba-tiba brendon ngomong gitu.
gue menoleh. "hmm. ok." jawab gue sambil tersenyum.
* * *
selasa siang. di depan museum fatahillah."damn, the weather is so hot here!" ia mengeluh. udah gue duga.
"welcome to jakarta, then." timpal gue enteng. "summer never ends in jakarta."
"I see." jawabnya sambil mengipas-ngipas tangannya di depan muka. hahaha, tingkah lakunya mengingatkan gue pada cewek-cewek manja yang sering berkeliaran di jakarta.
gue melihat sekeliling, dan menemukan sebuah ojek sepeda dari kejauhan. "hey, let's travel around this city with a bike." gue mengusulkan. murah dan praktis, dalam pikiran gue. dia setuju aja.
gue memanggil tukang ojek sepeda itu, membayarnya dan membawa sepeda itu. brendon di belakang, gue boncengin. soalnya rada aneh aja kalo dia yang nyetir karena 1) dia itu hantu, 2) karena dia hantu, otomatis bakal keliatan aneh bagi orang lain yang ngeliat ada sepeda bisa jalan sendiri. daripada orang-orang manggil tim pemburu hantu, maka diputuskan gue yang nyetir.
udah lama gue nggak jalan-jalan kayak gini. jadi berasa balik ke masa kecil dulu. ketika ayah gue masih hidup, beliau dulu sering banget ngajakin gue ketika gue masih sd
"what are you thinking about, sheila?" brendon nanya dari belakang.
"do I look like thinking about something?" gue balik nanya.
"well... sort of." katanya singkat. gue berbelok ke sebuah pohon besar dan memarkir sepeda di situ. kita berdua duduk di bawah pohon rindang tersebut.
"back to my question, what are you thinking about?"
"hmm." gue berpikir sejenak. "you first."
"it's unfair! I asked you first." brendon protes.
"okay, okay." akhirnya gue mengalah. terkadang dia bisa jadi kayak anak-anak. "I'm thinking about my dad. he always brought me here when I was in elementary school." gue memandang lurus ke depan.
"until now?"
"he died two years ago."
"...oh. I'm sorry."
"that's ok." gue menyahut sambil tersenyum pahit.
awkward silence.
"your turn. what are you thinking about?" gue memecah keheningan.
"well..." dia diam sejenak. "I'm thinking about you."
"hah?"
"yep." ia memandang gue. hening lagi.
"hahaha. of course not! I'm kidding. haha." dia meninju pelan bahu gue. "ha-ha-ha-ha. what a funny joke you have, bren. fortunately I am not laughing." respon gue dengan sarkastis.
"sooorry. oh please don't get angry to mee." nada bicaranya persis anak kecil yang minta permen lolipop. maka gue tertawa.
"ok, I'm serious now." ujarnya sambil terkekeh. "I'm thinking about my friends and family."
cliche thingy.
"what they are doing now, are they still safe, do they care about me at all, something like that." katanya lagi.
"they certainly care about you." gue memotong. "do you believe in miracle, brendon?"
ia balas menatap gue. lalu memandang lurus lagi. "it depends. but I think miracle hasn't come to my life yet." jawabnya skeptis.
"your life itself is a miracle." gue protes. gimana enggak? brendon urie punya segalanya. true friends, good family, successful life. what are they... hal-hal biasa?
"you think so. everybody does. but for me, it's not a real-miracle. I mean, real miracle has a deeper meaning than materials." katanya sok wise.
"and how about you? do you believe in miracle?" dia nanya balik.
* * *
malam harinya, rumah gue."such a nice trip we had, eh?" brendon berkomentar.
"sort of..." kata gue dengan lemas. ngantuk, capek banget. tapi ya... menyenangkan. gue mengambil kaus dan celana pendek di lemari, sementara brendon masih berdiri di depan pintu kamar gue.
"soo.. are you gonna move or stand there and watch me change?"
dia malah membetulkan posisinya, jadi lebih tegak.
gue lempar dia pake hoodie. telat, dia udah keburu menghilang.
* * *
tiga hari gue lalui dengan manusia ajaib itu. gue nggak berasa jalan bareng superstar. gue berasa jalan bareng sahabat baik gue yang udah lama nggak ketemu, sehingga keberadaannya terasa sangat spesial.dan tanpa terasa, itu adalah saat di mana gue harus berpisah dengan dia.
"sheila!" nyokap memanggil gue, ketika gue sedang sibuk-sibuknya online. "yaaaa, kenapa ma?" sahut gue sekenanya.
beliau masuk sambil membawa selembar kertas ulangan. "apa ini, ulangan kamu bisa dapet nilai jelek begini?" tanyanya sambil mengangsurkannya di depan muka gue. mampus, itu kan ulangan fisika yang dapet 57 waktu itu.
gue diem aja. nggak merespon."jawab, la. mama kamu lagi ngomong ini!"
gue masih diem, berusaha untuk nggak bereaksi.
sedetik kemudian, gue nangis.
mama langsung melunak. ia menyuruh gue berdiri dan langsung memeluk gue. "maaf ma, aku memang nggak bisa. aku memang nggak mampu menuhin keinginan mama untuk jadi anak yang baik." kata gue lirih.
di depan pintu, meski nggak melihat, gue bisa merasakan ia ada di sana. memperhatikan gue dengan raut wajah yang sedih.
* * *
the time has come. gue harus berpisah dengan brendon urie."have you remembered the name of the hospital? because your time is alomst running out." tanya gue tergesa-gesa.
"you said almost, just take it easy. and I almost get it... something like, pondok indah?" ia berusaha mengingat.
pondok indah? rumah sakit pondok indah?
"I know the place. come on and hurry, I'll take you there." gue memerintah sambil mengambil hoodie. namun ia masih berdiri di pojokan.
"come on, we're gonna be late!"
* * *
rumah sakit pondok indah. tanggal 15 agustus, pukul 9 malam.gue turun dari taksi, langsung ngacir ke meja informasi.
"mbak, saya boleh tau nomor kamar pasien bernama brendon urie?" gue langsung main tembak aja.
"uhh, tapi--" wajah petugas itu nampak nggak yakin.
"tolong mbak, ini darurat! saya janji saya nggak akan bikin ribut."
dia masih ragu.
"sumpah demi Tuhan, mbak!"
akhirnya ia memberi tau lokasi kamarnya. tempat ia berada.
gue berjalan menyusuri lorong rumah sakit diikuti oleh brendon. kemudian gue menemukan kamarnya.
ia terbaring lemah di situ. dengan perban yang membalut lukanya. he looks so weak. di sekelilingnya ada anggota panic yang lainnya [name them by yourself], dan cowok berbadan agak besar dan botak. itu zach hall.
gue menghela napas. "there you go, you may go now." kata gue.
"..if I go now, I'll lose all of memories with you." katanya.
"whatever. just... go. the sooner the better. we don't have much time." ujar gue dengan segera.
kalo makin lama lo ada di sini, gue akan makin berusaha menahan lo untuk tinggal.
"sheila, I'm--"
"leave me. now." nada gue meninggi.
gue memejamkan mata untuk beberapa saat.
sekitar 10 detik kemudian, tidak ada tanda-tanda keberadaan brendon. dan digantikan oleh suara gaduh di dalam kamar pasien.
"brendon, jesus! finally you're conscious." nampaknya itu suara jon.
"I thought you were dead, man!" itu ryan.
gue mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka. namun seseorang menghalangi gue. itu dia, zach hall. manusia rese tapi baik hati.
"what is your business, miss?" tanyanya. gue nggak bisa ngomong apa-apa.
"uhh. I just want to.... see...."
"they can't be disturbed now. maybe later." gue masih mengintip ke arah brendon. dan berhasil, dia bisa melihat gue. tentu aja gue berharap dia mengingat gue.
"who is that girl, zach? your relative?" tanyanya.
dia benar-benar lupa akan semuanya.
"well I'm about to leave soon, don't worry about that. I won't disturb them or you." gue berkata dengan suara parau. kemudian gue pergi, mencari taksi dan pulang.
di taksi, gue menyalakan iPod. lagu Daphne Loves Derby itu lagi.
seiring dengan taksi yang perlahan menjauhi rumah sakit pondok indah... gue menangis.
18 agustus. ini adalah hari terakhir mereka di jakarta. gue mengejar mereka ke hotel, nggak peduli deh duit tinggal dikit. gue pergi ke hotel mulia sama valina.
kata cleaning service-nya, mereka udah jalan ke airport! langsung aja gue dan valina ngebut ke cengkareng saat itu juga.
"duhh ada di mana ya...." gue mencari-cari.
"eh eh, itu panic!" valina memanggil gue. iya, bener! 4 orang beserta beberapa krunya ada di situ, di terminal keberangkatan. langsung aja kita kejar.
wow, nampaknya cuma kita berdua--fans panic at the disco--yang ada di airport ini. mereka berempat memandangi kita. dan zach, lagi-lagi ia menghalangi.
"that's ok zach. they won't do anything wrong." ryan membela kita. oh, terima kasih banyak, kawan.
"soo what do you want to do?" tanya jon.
"just take some pictures and your autographs, then we'll leave." ujar valina. mereka oke-oke aja. gue melirik ke arah brendon, dia masih diam.
selesai sesi foto, gue memotret mereka dari belakang saat sedang bersiap menuju ruang tunggu. agak-agak sedih juga sih, mengingat mereka bakal pergi secepat itu. apalagi sebelumnya gue udah jalan bareng sama brendon selama 5 hari. jadi... wajar aja kan kalo mata gue merah karena nahan nangis?
seseorang mengangsurkan saputangannya ke depan muka gue. brendon urie.
"here, take it." katanya singkat.
gue tersenyum sedikit. "....thanks."
beberapa detik setelah gue mengambil saputangan itu, muncul pengumuman bahwa pesawat menuju sydney akan segera boarding.
"c'mon bren, we're leaving." salah satu kru memanggil. dia tersenyum tipis dan pergi. saat gue mau ngebalikin saputangannya, dia cuma bilang "you may keep it if you want."
as we [gue dan valina] watch them leave, tiba-tiba muncul keberanian gue untuk teriak, "have a nice trip to australia!" namun sepertinya mereka nggak mendengar. maka gue memutuskan untuk mengajak valina segera pulang.
"thank you very much, sheila!" gue mendengar teriakan seseorang yang familiar. bener aja. ketika gue menoleh ke belakang, brendon melambaikan tangan ke arah gue sambil tersenyum lebar.
"how do you now my name?" teriak gue. kirain dia udah lupa.
ia mengangkat bahu. "I don't know. I just... know." jawabnya sambil berjalan mundur, menyusul teman-temannya ke ruang tunggu. gue tersenyum lebar melihat kelakuannya.
"ngomong-ngomong... kok dia bisa tau nama lo ya?" dia nanya lagi.
"ooh itu. ada deh. hehehe." gue tersenyum penuh arti.
gue melihat pesawat qantas yang siap lepas landas. bibir gue menyunggingkan senyum samar.
ia terbaring lemah di situ. dengan perban yang membalut lukanya. he looks so weak. di sekelilingnya ada anggota panic yang lainnya [name them by yourself], dan cowok berbadan agak besar dan botak. itu zach hall.
gue menghela napas. "there you go, you may go now." kata gue.
"..if I go now, I'll lose all of memories with you." katanya.
"whatever. just... go. the sooner the better. we don't have much time." ujar gue dengan segera.
kalo makin lama lo ada di sini, gue akan makin berusaha menahan lo untuk tinggal.
"sheila, I'm--"
"leave me. now." nada gue meninggi.
gue memejamkan mata untuk beberapa saat.
sekitar 10 detik kemudian, tidak ada tanda-tanda keberadaan brendon. dan digantikan oleh suara gaduh di dalam kamar pasien.
"brendon, jesus! finally you're conscious." nampaknya itu suara jon.
"I thought you were dead, man!" itu ryan.
gue mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka. namun seseorang menghalangi gue. itu dia, zach hall. manusia rese tapi baik hati.
"what is your business, miss?" tanyanya. gue nggak bisa ngomong apa-apa.
"uhh. I just want to.... see...."
"they can't be disturbed now. maybe later." gue masih mengintip ke arah brendon. dan berhasil, dia bisa melihat gue. tentu aja gue berharap dia mengingat gue.
"who is that girl, zach? your relative?" tanyanya.
dia benar-benar lupa akan semuanya.
"well I'm about to leave soon, don't worry about that. I won't disturb them or you." gue berkata dengan suara parau. kemudian gue pergi, mencari taksi dan pulang.
di taksi, gue menyalakan iPod. lagu Daphne Loves Derby itu lagi.
Lately I've been hoping you can stay with me
And I could hold you close til the end of time
Maybe someday we will grab some change and run away
but for now I'll learn to say goodbye
And I could hold you close til the end of time
Maybe someday we will grab some change and run away
but for now I'll learn to say goodbye
seiring dengan taksi yang perlahan menjauhi rumah sakit pondok indah... gue menangis.
* * *
17 agustus. konser panic at the disco yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. gue memberi [baca: melempar] kacamata ke panggung, syukur diambil dan dipake sama dia. dia juga ngelempar bunga mawar. gue yang dapet, dan brendon cuma nyengir. tapi apakah dia mengingat gue?18 agustus. ini adalah hari terakhir mereka di jakarta. gue mengejar mereka ke hotel, nggak peduli deh duit tinggal dikit. gue pergi ke hotel mulia sama valina.
kata cleaning service-nya, mereka udah jalan ke airport! langsung aja gue dan valina ngebut ke cengkareng saat itu juga.
* * *
terminal 2 bandara soekarno-hatta. pukul 6 sore."duhh ada di mana ya...." gue mencari-cari.
"eh eh, itu panic!" valina memanggil gue. iya, bener! 4 orang beserta beberapa krunya ada di situ, di terminal keberangkatan. langsung aja kita kejar.
wow, nampaknya cuma kita berdua--fans panic at the disco--yang ada di airport ini. mereka berempat memandangi kita. dan zach, lagi-lagi ia menghalangi.
"that's ok zach. they won't do anything wrong." ryan membela kita. oh, terima kasih banyak, kawan.
"soo what do you want to do?" tanya jon.
"just take some pictures and your autographs, then we'll leave." ujar valina. mereka oke-oke aja. gue melirik ke arah brendon, dia masih diam.
selesai sesi foto, gue memotret mereka dari belakang saat sedang bersiap menuju ruang tunggu. agak-agak sedih juga sih, mengingat mereka bakal pergi secepat itu. apalagi sebelumnya gue udah jalan bareng sama brendon selama 5 hari. jadi... wajar aja kan kalo mata gue merah karena nahan nangis?
seseorang mengangsurkan saputangannya ke depan muka gue. brendon urie.
"here, take it." katanya singkat.
gue tersenyum sedikit. "....thanks."
beberapa detik setelah gue mengambil saputangan itu, muncul pengumuman bahwa pesawat menuju sydney akan segera boarding.
"c'mon bren, we're leaving." salah satu kru memanggil. dia tersenyum tipis dan pergi. saat gue mau ngebalikin saputangannya, dia cuma bilang "you may keep it if you want."
as we [gue dan valina] watch them leave, tiba-tiba muncul keberanian gue untuk teriak, "have a nice trip to australia!" namun sepertinya mereka nggak mendengar. maka gue memutuskan untuk mengajak valina segera pulang.
"thank you very much, sheila!" gue mendengar teriakan seseorang yang familiar. bener aja. ketika gue menoleh ke belakang, brendon melambaikan tangan ke arah gue sambil tersenyum lebar.
"how do you now my name?" teriak gue. kirain dia udah lupa.
ia mengangkat bahu. "I don't know. I just... know." jawabnya sambil berjalan mundur, menyusul teman-temannya ke ruang tunggu. gue tersenyum lebar melihat kelakuannya.
* * *
di dalam mobil valina, gue menatap saputangan itu. "iih beruntung banget lo bisa dapet saputangannya brendon urie." kata valina sirik. gue cuma tertawa."ngomong-ngomong... kok dia bisa tau nama lo ya?" dia nanya lagi.
"ooh itu. ada deh. hehehe." gue tersenyum penuh arti.
gue melihat pesawat qantas yang siap lepas landas. bibir gue menyunggingkan senyum samar.
-tamat-