Kamis, 9 Desember 2010. 2:54 PM.
Siang itu, Ariani duduk sendirian di salah satu bangku stasiun kereta api Cikini.
Ia memerhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di depannya sambil sesekali melirik jam tangannya. Keretanya datang terlambat sepuluh menit dari yang seharusnya. Tipikal orang Indonesia.
3:10 PM.
Ariani dan beberapa penumpang memasuki kereta ekspres yang sudah dinanti-nantikan. Ia duduk di depan seorang pemuda.
Pemuda itu cukup menarik perhatian Ariani; ia bermata biru dan terlihat sedikit mengantuk. Ada headphones besar tergantung di lehernya. Kedua lengannya terlipat di depan, dan kepalanya mengangguk-angguk sedikit mengikuti irama musik yang sedang didengarkannya.
Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah jendela di belakangnya, melihat pemandangan yang terlewat.
Tanpa sadar Ariani terus menatap pemuda itu di sepanjang perjalanan. Si pemuda nampaknya sadar bahwa ia diperhatikan, maka ia melirik Ariani sepintas dan melemparkan senyum kecil padanya.
Arini tidak membalas senyumannya, ia segera melihat ke arah lain karena malu.
3:18 PM.
Selama perjalanan, Ariani tidak henti-hentinya berpikir. Pemuda di depannya sudah terlanjur membuatnya penasaran. Ada banyak pertanyaan yang terbersit di dalam pikirannya.
Siapa namanya? Ketika si pemuda tersenyum padanya, apa yang dipikirkannya tentang dia? Lagu apa yang sedang ia dengarkan? Dan apakah ia selalu terlihat pendiam dan mengantuk seperti itu?
Entahlah, Ariani tidak tahu. Ia terlalu ragu untuk menanyakannya.
Dari situ, nuraninya menyarankan agar Ariani segera bertindak, karena 7 menit lagi kereta akan berhenti di tujuan si pemuda. Lagipula, katanya, tidak ada salahnya untuk mencoba.
Tetapi tiba-tiba logikanya bergerak. Buat apa tiba-tiba menanyakan hal-hal tidak penting itu kepada orang yang tidak dikenal? Buang-buang waktu saja.
3:20 PM.
Kereta masih melaju perlahan. Logika dan nurani Ariani saling berdebat kusir. Sebagai gantinya, Ariani tidak bergerak sedikitpun dari bangkunya. Ia masih merasa ragu. Bukankah aneh jika orang asing tiba-tiba menghampirimu dan menanyakan sesuatu yang tidak jelas?
Di sisi lain, Ariani ingin mengenal si pemuda—hanya sekadar tahu. Tidak lebih.
Dalam hati, Ariani berdoa.
Ia berdoa agar muncul suatu keajaiban di hadapannya.
3:25 PM.
Akhirnya kereta berhenti. Dan seperti yang sudah diramalkan, pemuda itu segera bangkit dari kursinya dan keluar dari kereta.
Di dekat pintu, ia menoleh ke arah Ariani dan menunjukkan senyuman yang sama. Ariani melihatnya, dan lagi-lagi ia tidak bereaksi. Ia kalah telak dari keraguannya sendiri.
Setelah si pemuda keluar, Ariani segera melihat keluar melalui jendela di belakangnya. Matanya mencari keberadaan pemuda, namun ia terlambat. Sang pemuda telah menyatu dengan keramaian di stasiun.
Ariani tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah itu.
Pertanyaan-pertanyaannya tidak akan pernah terjawab.
3:30 PM.
Ariani menunggu agar keretanya berangkat. Beberapa penumpang di stasiun tersebut memasuki kereta yang ditumpangi Ariani. Di antara mereka, ada seorang pemuda yang menarik perhatiannya. Matanya kelabu dan setajam elang.
Pemuda itu duduk di depan Ariani, dan melemparkan senyuman kecil padanya.
Dan kereta segera melaju kembali.
diambil dari sini
Siang itu, Ariani duduk sendirian di salah satu bangku stasiun kereta api Cikini.
Ia memerhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di depannya sambil sesekali melirik jam tangannya. Keretanya datang terlambat sepuluh menit dari yang seharusnya. Tipikal orang Indonesia.
3:10 PM.
Ariani dan beberapa penumpang memasuki kereta ekspres yang sudah dinanti-nantikan. Ia duduk di depan seorang pemuda.
Pemuda itu cukup menarik perhatian Ariani; ia bermata biru dan terlihat sedikit mengantuk. Ada headphones besar tergantung di lehernya. Kedua lengannya terlipat di depan, dan kepalanya mengangguk-angguk sedikit mengikuti irama musik yang sedang didengarkannya.
Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah jendela di belakangnya, melihat pemandangan yang terlewat.
Tanpa sadar Ariani terus menatap pemuda itu di sepanjang perjalanan. Si pemuda nampaknya sadar bahwa ia diperhatikan, maka ia melirik Ariani sepintas dan melemparkan senyum kecil padanya.
Arini tidak membalas senyumannya, ia segera melihat ke arah lain karena malu.
3:18 PM.
Selama perjalanan, Ariani tidak henti-hentinya berpikir. Pemuda di depannya sudah terlanjur membuatnya penasaran. Ada banyak pertanyaan yang terbersit di dalam pikirannya.
Siapa namanya? Ketika si pemuda tersenyum padanya, apa yang dipikirkannya tentang dia? Lagu apa yang sedang ia dengarkan? Dan apakah ia selalu terlihat pendiam dan mengantuk seperti itu?
Entahlah, Ariani tidak tahu. Ia terlalu ragu untuk menanyakannya.
Dari situ, nuraninya menyarankan agar Ariani segera bertindak, karena 7 menit lagi kereta akan berhenti di tujuan si pemuda. Lagipula, katanya, tidak ada salahnya untuk mencoba.
Tetapi tiba-tiba logikanya bergerak. Buat apa tiba-tiba menanyakan hal-hal tidak penting itu kepada orang yang tidak dikenal? Buang-buang waktu saja.
3:20 PM.
Kereta masih melaju perlahan. Logika dan nurani Ariani saling berdebat kusir. Sebagai gantinya, Ariani tidak bergerak sedikitpun dari bangkunya. Ia masih merasa ragu. Bukankah aneh jika orang asing tiba-tiba menghampirimu dan menanyakan sesuatu yang tidak jelas?
Di sisi lain, Ariani ingin mengenal si pemuda—hanya sekadar tahu. Tidak lebih.
Dalam hati, Ariani berdoa.
Ia berdoa agar muncul suatu keajaiban di hadapannya.
3:25 PM.
Akhirnya kereta berhenti. Dan seperti yang sudah diramalkan, pemuda itu segera bangkit dari kursinya dan keluar dari kereta.
Di dekat pintu, ia menoleh ke arah Ariani dan menunjukkan senyuman yang sama. Ariani melihatnya, dan lagi-lagi ia tidak bereaksi. Ia kalah telak dari keraguannya sendiri.
Setelah si pemuda keluar, Ariani segera melihat keluar melalui jendela di belakangnya. Matanya mencari keberadaan pemuda, namun ia terlambat. Sang pemuda telah menyatu dengan keramaian di stasiun.
Ariani tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah itu.
Pertanyaan-pertanyaannya tidak akan pernah terjawab.
3:30 PM.
Ariani menunggu agar keretanya berangkat. Beberapa penumpang di stasiun tersebut memasuki kereta yang ditumpangi Ariani. Di antara mereka, ada seorang pemuda yang menarik perhatiannya. Matanya kelabu dan setajam elang.
Pemuda itu duduk di depan Ariani, dan melemparkan senyuman kecil padanya.
Dan kereta segera melaju kembali.
* * *
diambil dari sini