kita pasti pernah ngerasain ini: baru menyadari sesuatu dari diri seseorang setelah orang lain menyebutkannya, lalu tiba-tiba aja hal itu jadi yang paling mencolok. apalagi kalo itu kejelekannya.
sebagai contoh, lagi-lagi saya ngambil referensi dari episode how i met your mother. ted menganggap pacarnya begitu sempurna, padahal ia ga sadar kalo cathy itu cerewet banget. ia baru menyadari itu setelah teman-temannya membahas masalah cathy. sejak saat itu, ted pun melihat cathy sebagai sosok yang ga bisa berhenti bicara dan itu sangat mengganggunya.
saya juga pernah mengalami hal itu. awalnya saya ga tau, tapi setelah orang lain menyinggungnya, saya mulai memerhatikan orang yang bersangkutan, kemudian berpikir: oh, iya juga ya... dan saya pun ga bisa menghilangkannya dari pikiran saya gitu aja.
tapi gimana kalo ternyata fakta itu sebetulnya ga ada? gimana kalo ternyata orang-orang yang membahas itu sebetulnya cuma mengada-ada, dan sengaja membuat kita percaya?
gimana kalo ternyata yang kita alami selama ini bukan epifani, melainkan hanya sebuah sugesti?
ah, kalo itu sih lain cerita.
lalu ada dua reaksi umum setelah kita menerima fakta itu. kita bisa menerima itu dan melanjutkan hidup (tsah). dalam pikiran kita, toh fakta itu ga akan terlalu berpengaruh buat kita. kita juga bisa memilih untuk menjadi denial—menolak kenyataan yang ada. dan itu sulit.
menghilangkan sesuatu yang sudah terlanjur melekat di pikiran adalah sesuatu yang sangat sulit (jika bukan mustahil) untuk dilakukan. tapi, kata ted, kalo kita menyayangi orang itu, semua kejelekannya dapat kita lupakan.
karena hidup ini terlalu singkat jika hanya untuk melihat sisi jelek dari seseorang.
sebagai contoh, lagi-lagi saya ngambil referensi dari episode how i met your mother. ted menganggap pacarnya begitu sempurna, padahal ia ga sadar kalo cathy itu cerewet banget. ia baru menyadari itu setelah teman-temannya membahas masalah cathy. sejak saat itu, ted pun melihat cathy sebagai sosok yang ga bisa berhenti bicara dan itu sangat mengganggunya.
saya juga pernah mengalami hal itu. awalnya saya ga tau, tapi setelah orang lain menyinggungnya, saya mulai memerhatikan orang yang bersangkutan, kemudian berpikir: oh, iya juga ya... dan saya pun ga bisa menghilangkannya dari pikiran saya gitu aja.
tapi gimana kalo ternyata fakta itu sebetulnya ga ada? gimana kalo ternyata orang-orang yang membahas itu sebetulnya cuma mengada-ada, dan sengaja membuat kita percaya?
gimana kalo ternyata yang kita alami selama ini bukan epifani, melainkan hanya sebuah sugesti?
ah, kalo itu sih lain cerita.
lalu ada dua reaksi umum setelah kita menerima fakta itu. kita bisa menerima itu dan melanjutkan hidup (tsah). dalam pikiran kita, toh fakta itu ga akan terlalu berpengaruh buat kita. kita juga bisa memilih untuk menjadi denial—menolak kenyataan yang ada. dan itu sulit.
menghilangkan sesuatu yang sudah terlanjur melekat di pikiran adalah sesuatu yang sangat sulit (jika bukan mustahil) untuk dilakukan. tapi, kata ted, kalo kita menyayangi orang itu, semua kejelekannya dapat kita lupakan.
karena hidup ini terlalu singkat jika hanya untuk melihat sisi jelek dari seseorang.