Thursday, January 31, 2013

Denial

di tengah kebingungan gue dalam menghadapi sebuah pilihan, seorang teman memberikan words of wisdom.

"biasanya sih, apa yang selama ini lo tolak justru adalah yang terbaik buat lo. sementara yang menurut lo baik, ternyata bukan pilihan yang tepat."

bingung? biar gue kasih satu gambaran.

lo adalah siswa kelas 3 SMA yang lagi sibuk milih jurusan kuliah. sejak awal target lo adalah hubungan internasional karena lo merasa itu adalah pilihan yang paling tepat. lo udah merencanakan apa yang akan dilakukan setelah lulus kuliah. lo berjuang keras untuk mendapatkan jurusan itu. intinya pikiran lo hanya tertuju pada jurusan tersebut.



sampai...


sampai suatu ketika lo melirik ke jurusan lain, yaitu sastra Prancis.

entah kenapa lo tiba-tiba tertarik dengan jurusan itu. padahal lo sama sekali ga punya rencana di masa depan dengan sastra Prancis. maka lo memutuskan untuk membuang jauh-jauh pikiran untuk mengambil jurusan itu dan kembali fokus pada hubungan internasional.

padahal, bisa aja jurusan sastra Prancis punya masa depan yang lebih menjanjikan. apalagi lo merasa ada sedikit kecocokan dengan jurusan tersebut. tapi lo ga mau ambil resiko, karena tujuan lo dari awal adalah hubungan internasional (meski sebenernya lo sendiri juga ga yakin-yakin amat bakal diterima di hubungan internasional).

itu namanya denial.

de·ni·al \di-ˈnī(-ə)l, dē-\ noun
a : refusal to admit the truth or reality (as of a statement or charge)
b : refusal to acknowledge a person or a thing

dalam bahasa Indonesia, artinya penyangkalan. lo menyangkal bahwa sebetulnya sastra Prancis punya peluang untuk masa depan lo nanti, bahkan lebih besar dari HI. alasannya ya itu tadi: lo terlanjur menaruh mindset bahwa jurusan HI lebih menjamin di masa depan, sehingga lo terlalu takut untuk mengambil resiko.
istilahnya sih gini: "emang sih lebih gampang keterima di sastra Prancis ketimbang HI, tapi gue tetep kekeuh mau HI karena memang itulah rencananya dari awal."

di samping itu, lo udah berjuang untuk ngedapetin jurusan yang lo mau. masa iya mau lo buang begitu aja hanya demi sebuah peluang yang masih abstrak? itu sama aja dengan gambling. it only sounds tempting at the beginning, but you never know what it may bring you in returns.


jadi, disimpulkan dari analogi yang ada, permasalahan yang dialami para denial bukan di pilihan mana yang terbaik untuk mereka dan mana yang bukan. mereka hanya terlalu takut untuk keluar dari zona nyaman mereka.

so, yah, I am one of them.

*sigh*